Di Indonesia pengobatan spiritual biasanya dikaitkan dengan agama. Benson memperkenalkan teknik respon relaksasi yaitu suatu teknik pengobatan untuk menghilangkan nyeri, insomnia, atau kecemasan. Cara pengobatan ini merupakan bagian dari pengobatan spiritual. Langkah-langkah respon relaksasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : (DR. dr. Samsuridjal Djauzi, Sp Pd, KAI):
- Pilihlah
kalimat spiritual yang akan digunakan.
- Duduk
dengan santai.
- Tutup mata.
- Kendurkan
otot-otot.
- Bernafaslah
secara alamiah. Mulai mengucapkan kallimat spiritual yang dibaca secara
berulang.
- Bila ada
pikiran yang mengganggu, kembalilah fokuskan pikiran.
- Lakukan
10-20 menit.
- Jika sudah
selesai, jangan langsung berdiri duduklah dahulu kemudin beristirahatlah.
Buka pikiran kembali. Baru berdiri dan melakukan kegiatan kembali.
Chicoki, (2007)
mengatakan agama dan spiritualitas membantu orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
meninjau kembali kehidupan mereka, menafsirkan apa yang mereka temukan, dan
menerapkan apa yang telah mereka pelajari untuk kehidupan baru dan membantu
seseorang menemukan makna baru hidup setelah didiagnosis HIV. Sesuai dengan
hasil penelitian Ironson, stuetzel & Fletcher, (2006) yang mengatakan 45 %
partisipannya menunjukkan peningkatan spiritualitas setelah didiagnosa HIV, 42
% tetap sama, dan 13 % menurun.
Kemp, (1999) mengatakan
bahwa Tuhan adalah Zat yang memiliki kekuatan yang besar dan mengetahui segala
sesuatu di alam ini, yang menguasai ketakutan manusia dan mempunyai kemampuan
melebihi manusia. Selaras dengan hasil penelitian Cotton, Puchalski &
Sherman, (2006) mengatakan agama digunakan sebagai koping positif untuk
penyakit HIV/AIDS oleh klien.
Choki (2007) mengatakan
spiritualitas pada klien HIV/AIDS adalah jalan untuk mengobati masalah
emosional melalui agama dan spiritual. Penderita HIV/AIDS menjadi pribadi yang
baru baik secara sadar maupun tidak sadar untuk memahami spiritualitas mereka
dan diri mereka sendiri. Selain itu merupakan stimulus untuk menggali kembali
kehidupan rohani dari kehidupan mereka. Bahkan melepas hal-hal yang tadinya
merupakan bagian penting dari kehidupan mereka seperti sebelum didiagnosa
HIV/AIDS.
Klien HIV membutuhkan dukungan
dari lingkungan sosialnya untuk menjalani kehidupan sehari-harinya sesuai
dengan penelitian Yi, Mrus, Wade. Et al (2004) melakukan penelitian tentang
agama, spirituallitas, dan symptom depresi pada klien dengan HIV/AIDS
mengatakan 53,6 % responden mengalami depresi yang signifikan. Depresi yang
dialami oleh HIV/AIDS salah satu satunya dipengaruhi oleh kurangnya dukungan
sosial.
Dukungan sosial juga di
realisasikan dalam harapan kliendengan HIV/AIDS untuk mempunyai harapan untuk
kehidupan yang lebih baik dai hari depan. Harapan tersebut menurut Irsanty Collein,
FK UI, 2010 adalah mencari pekerjaan dan memulai hidup yang baru, masih ingin
terus berkarya dan memanfaatkan kesempatan yang di berikan Tuhan, memperbaiki
diri dalam kegiatan keagamaan dan memulihkan fisik dulu.
Wensley, (2008)
mengatakn perawat berada pada posisi terbaik untuk memberikan asuhan
keperawatan spiritual pada klien hanya dengan menjadi pendengar yang baik,
membantu klien mengungkapkan keyakinan mereka dan mendampingi klien selama
perjalanan penyakitnya serta menyediakan perawatan rohani untuk klien HIV/AIDS
akan tetapi pada kenyataanya perawat kurang mempunyai waktu untuk mendengarkan
keluhan partisipan.
Disinilah peranperawat
yang paling penting dalam meberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan
HIV/AIDS karena pada dasarnya mereka membutuhkan untuk didengarkan. Seperti
dalam kebutuhan dasar Maslow dalam piramidanya yang salah satunya adalah
kebutuhan untuk didengarkan dan mendengarkan.
Henderson
mengatakan fungsi khas perawat yaitu melayani individu baik sakit maupun sehat
dengan berbagai aktivitas yang memberikan sumbangan terhadap kesehatan dan
upaya penyembuhan (maupun upaya mengantar kematian yang tenang) sehingga klien
dapat beraktifitas mandiri dengan menggunakan kekuatan, kemauan, dan
pengetahuan yang dimilikinya. Jadi, tugas utama perawat yaitu membantu klien
menjadi lebih mandiri secepatnya. Henderson memandang manusia secara holistic
atau secara keseluruhan, terdiri dari unsur fisik, biologis, sosiologi, dan
spiritual.
Neuman memandang manusia secara
keseluruhan (holistic) yaitu terdiri dari faktor fisiologis, psikologis,
social-budaya, faktor perkembangan dan faktor spiritual yang berhubungan secara
dinamis dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
Referensi :
Yayasan
spiritia. Buku seri kecil terapi
Alternatif. 2005. Jakarta
Tesis Irsyanti Collein
. Makna Spiritualis Pada Pasien HIV/AIDS Dalam Konteks Asuhan Keperawatan di
RSUPN dr Cipto Mangun Kusumo Jakarta. FK UI. 2010