WELCOME

SELAMAT DATANG di blog saya...

Senin, 12 November 2012

PENGARUH TERAPI SPIRITUAL TERHADAP PASIEN DENGAN HIV / AIDS



Di Indonesia pengobatan spiritual biasanya dikaitkan dengan agama. Benson memperkenalkan teknik respon relaksasi yaitu suatu teknik pengobatan untuk menghilangkan nyeri, insomnia, atau kecemasan. Cara pengobatan ini merupakan bagian dari pengobatan spiritual.  Langkah-langkah respon relaksasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : (DR. dr. Samsuridjal Djauzi, Sp Pd, KAI):
  1. Pilihlah kalimat spiritual yang akan digunakan.
  2. Duduk dengan santai.
  3. Tutup mata.
  4. Kendurkan otot-otot.
  5. Bernafaslah secara alamiah. Mulai mengucapkan kallimat spiritual yang dibaca secara berulang.
  6. Bila ada pikiran yang mengganggu, kembalilah fokuskan pikiran.
  7. Lakukan 10-20 menit.
  8. Jika sudah selesai, jangan langsung berdiri duduklah dahulu kemudin beristirahatlah. Buka pikiran kembali. Baru berdiri dan melakukan kegiatan kembali.

Chicoki, (2007) mengatakan agama dan spiritualitas membantu orang dengan HIV/AIDS (ODHA) meninjau kembali kehidupan mereka, menafsirkan apa yang mereka temukan, dan menerapkan apa yang telah mereka pelajari untuk kehidupan baru dan membantu seseorang menemukan makna baru hidup setelah didiagnosis HIV. Sesuai dengan hasil penelitian Ironson, stuetzel & Fletcher, (2006) yang mengatakan 45 % partisipannya menunjukkan peningkatan spiritualitas setelah didiagnosa HIV, 42 % tetap sama, dan 13 % menurun.
Kemp, (1999) mengatakan bahwa Tuhan adalah Zat yang memiliki kekuatan yang besar dan mengetahui segala sesuatu di alam ini, yang menguasai ketakutan manusia dan mempunyai kemampuan melebihi manusia. Selaras dengan hasil penelitian Cotton, Puchalski & Sherman, (2006) mengatakan agama digunakan sebagai koping positif untuk penyakit HIV/AIDS oleh klien.
Choki (2007) mengatakan spiritualitas pada klien HIV/AIDS adalah jalan untuk mengobati masalah emosional melalui agama dan spiritual. Penderita HIV/AIDS menjadi pribadi yang baru baik secara sadar maupun tidak sadar untuk memahami spiritualitas mereka dan diri mereka sendiri. Selain itu merupakan stimulus untuk menggali kembali kehidupan rohani dari kehidupan mereka. Bahkan melepas hal-hal yang tadinya merupakan bagian penting dari kehidupan mereka seperti sebelum didiagnosa HIV/AIDS.
Klien HIV membutuhkan dukungan dari lingkungan sosialnya untuk menjalani kehidupan sehari-harinya sesuai dengan penelitian Yi, Mrus, Wade. Et al (2004) melakukan penelitian tentang agama, spirituallitas, dan symptom depresi pada klien dengan HIV/AIDS mengatakan 53,6 % responden mengalami depresi yang signifikan. Depresi yang dialami oleh HIV/AIDS salah satu satunya dipengaruhi oleh kurangnya dukungan sosial.
Dukungan sosial juga di realisasikan dalam harapan kliendengan HIV/AIDS untuk mempunyai harapan untuk kehidupan yang lebih baik dai hari depan. Harapan tersebut menurut Irsanty Collein, FK UI, 2010 adalah mencari pekerjaan dan memulai hidup yang baru, masih ingin terus berkarya dan memanfaatkan kesempatan yang di berikan Tuhan, memperbaiki diri dalam kegiatan keagamaan dan memulihkan fisik dulu.
Wensley, (2008) mengatakn perawat berada pada posisi terbaik untuk memberikan asuhan keperawatan spiritual pada klien hanya dengan menjadi pendengar yang baik, membantu klien mengungkapkan keyakinan mereka dan mendampingi klien selama perjalanan penyakitnya serta menyediakan perawatan rohani untuk klien HIV/AIDS akan tetapi pada kenyataanya perawat kurang mempunyai waktu untuk mendengarkan keluhan partisipan.
Disinilah peranperawat yang paling penting dalam meberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan HIV/AIDS karena pada dasarnya mereka membutuhkan untuk didengarkan. Seperti dalam kebutuhan dasar Maslow dalam piramidanya yang salah satunya adalah kebutuhan untuk didengarkan dan mendengarkan.
Henderson mengatakan fungsi khas perawat yaitu melayani individu baik sakit maupun sehat dengan berbagai aktivitas yang memberikan sumbangan terhadap kesehatan dan upaya penyembuhan (maupun upaya mengantar kematian yang tenang) sehingga klien dapat beraktifitas mandiri dengan menggunakan kekuatan, kemauan, dan pengetahuan yang dimilikinya. Jadi, tugas utama perawat yaitu membantu klien menjadi lebih mandiri secepatnya. Henderson memandang manusia secara holistic atau secara keseluruhan, terdiri dari unsur fisik, biologis, sosiologi, dan spiritual.
            Neuman memandang manusia secara keseluruhan (holistic) yaitu terdiri dari faktor fisiologis, psikologis, social-budaya, faktor perkembangan dan faktor spiritual yang berhubungan secara dinamis dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
            

Referensi :
Yayasan spiritia. Buku seri kecil terapi Alternatif. 2005. Jakarta
Tesis Irsyanti Collein . Makna Spiritualis Pada Pasien HIV/AIDS Dalam Konteks Asuhan Keperawatan di RSUPN dr Cipto Mangun Kusumo Jakarta. FK UI. 2010

Sabtu, 10 November 2012

PENGARUH TERAPI AIR PUTIH TERHADAP ULKUS DIABETIKUM







            Diabetes mellitus merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2025, diseluruh dunia jumlah penderita Diabetes Mellitus diatas umur 20 tahun akan meningkat menjadi 300 juta orang (dikutip sari Suyono, 2006). Dari Diabetes Mellitus ini dapat menimbulkan bermacam-macam komplikasi yang diantaranya adalah Komplikasi Kronik Ulkus Diebetikum (mansjoer, 1999).
            Ulkus Diebetikum terjadi karena adanya penyempitan arteri dan terdapat gula berlebihan pada jaringan yang merupakan medium yang baik sekali bagi kuman. Ulkus Diebetikum timbul pada daerah yang sering mendapat tekanan ataupun trauma berupa luka yang berisi massa jaringan tanduk lemak, pus, serta kusta diatas (Klinik Lika Diabetes Terapi Terpadu,2012).
            Penanganan Ulkus Diabetikum dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan (Yuda Handaya,2009) :
1) Tingkat 0, yaitu : meliputi edukasi tentang alas kaki khusus dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi.
2) Tingkat I, yaitu : memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
3) Tingkat II, yaitu: memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai hasil kultur, perawatan luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
4) Tingkat III, yaitu: memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik perenteral yang sesuai dengan klutur.
5) Tingkat IV, yaitu: biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau amputasi seluruh kaki.
Namun prinsip utama dalam proses penyembuhan ulkus DM adalah menurunkan kadar gula dalam darah.
Dalam praktek keperawatan terapi komplementer diperlukan untuk melengkapi atau memperkuat pengobatan konvensional maupun biomedis (Cushman & Hoffman, 2004) agar bisa mempercepat proses penyembuhan. Pengobatan konvensiaonal (kedokteran) lebih mengutamakan  penanganan gejala penyakit, sedangkan pengobatan alami (komplementer) menangani penyebab penyakit serta memacu tubuh sendiri untuk menyembuhkan penyakit yang diderita (Sustrani, Alam & Hadibroto, 2005)
            Hidroterapi, adalah salah satu metode terapi komplementer untuk menjaga tubuh tetap sehat dan mengobati penyakit. Terapi air putih pertama kali di kembangkan di India dan diyakini dapat mengatasi berbagai masalah kesehatan, seperti ; Diabetes Mellitus, TBC, arthtritis, hipertensi, asam urat, dan lain-lain. Terapi air putih alami dapat didasarkan pada dua penggunaan yaitu penggunaan air secara internal atau dengan cara meminum air secara benar dan penggunaan air secara eksternal. Penggunaan air putih yang dimaksud adalah terapi air putih yang dilakukan secara internal yaitu dengan meminum air putih sebanyak 1,5 liter setiap pagi segera setelah bangun tidur (Wike, 2007).
Dalam proses metabolisme, air mempunyai 2 fungsi utama yaitu: sebagai pembawa zat-zat nutrisi dan oksigen ke dalam sel-sel tubuh dan berfungsi untuk mengeluarkan produk samping hasil metabolisme (M. Anwari Irawan, 2007). Dari kedua fungsi tersebut apabila kandungan air dalam darah cukup maka zat-zat nutrisi dan oksigen akan mudah diangkut untuk proses penyembuhan pada area tubuh. Dan zat-zat sisa hasil metabolisme akan cepat terangkut untuk dikeluarkan melalui ginjal.
            Konsumsi air putih membantu proses pembuangan semua racun-racun di dalam tubuh, termasuk gula berlebihan (Sudarmoko, 2010). Hal ini diperkuat dengan penelitian Jmaes (2010) bahwa dengan minum air putih menyebabkan terjadinya pemecahan gula. Untuk membantu mengeluarkan zat-zat kimia seperti glukosa dan zat-zat lain melalui ginjal serta pembersihan organ tubuh, diperlukan jumlah cairan yang banyak dalam satu kali pemberian di pagi hari.


Dari hasil penelitian Zeuthen (2010) juga ditemukan bahwa cairan bisa menyebabkan terjadinya peningkatan osmotic sehingga menyebabkan pengenceran glukosa di plasma. Dengan pengenceran glukosa dalam darah, kadar glukosapun menjadi turun karena glukosa akan lebih mudah terangkut pada kondisi darah yang encer dari pada kental. Pada kondisi glukosa dalam darah yang normal, suplai makanan akan menjadi mudah sampai untuk memperbaiki jaringan ulkus tersebut.
Dalam sistem pencernaan pun air sangat bermanfaat, dengan adanya cairan yang cukup dalam sistem pencernaan usus menjadi lebih bersih dan gizi makanan dapat dengan mudah diserap. Dimana gizi tersebut sangat dibutuhkan untuk penyembuhan ulkus.

Selasa, 16 Oktober 2012

KONSEP IMUNISASI


KONSEP IMUNISASI
A.    PENGERTIAN
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (DepKes, 2000)

Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan, seperti : BCG, DPT, Campak (Alimul, 2008)

B.     TUJUAN
Pentingnya pemberian imunisasi didasarkan pada latar belakang bahwa pada awal kehidupan anak belum mempunyai kekeban sendiri (humoral), anak baru akan membentuk imunoglobulin G sendiri  setelah umur 2 – 3 tahun.
Tujuan imunisasi menurut DepKes RI, 2001) :
-          Mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul.
-          Menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/anak-anak pra sekolah.
Menurut sumber lain disebutkan juga untuk mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.

C.    JENIS KEKEBALAN / IMUNISASI
Ada dua jenis klasifikasi imunitas, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif.


1.      Kekebalan Pasif.
Terbagi atas dua klasifikasi, yaitu menurut terbentuknya dan menurut lokasi dalam tubuh.
1)      Menurut Terbentuknya
Ada dua jenis menurut klasifikasi ini, yaitu
·         Kekebalan pasif  bawaan (passive congenital)
Terdapat pada neonatus sampai dengan usia enam bulan, yang didapat dari ibu berupa antibody melalui vaskularisasi pada plasenta.
·         Kekebalan pasif didapat (passive acquired)
Kekebalan ini didapat dari luar misalnya : campak, tetanus, gigitan ular berbisa.
2)      Menurut lokasi dalam tubuh
Ada dua jenis imunitas, yaitu
·         Humoral yang terdapat dalam Imuniglobulin (Ig), yaitu : Ig G, Ig A, Ig M
·         Seluler yang terdiri atas fagositosis oleh sel-sel sistem retikuloendotelial.
2.      Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif dapat terjadi apabila terjadi stimulus sistem imunitas yang menghasilkan antibody dan kekebalan seluler dan bertahan lebih lama dibanding kekebalan pasif (DepKes, 2000).
Ada dua jenis, yaitu:
1)      Kekebalan aktif didapat
Kekebalan ini didapat secara alami (naturaly acquired) setelah mengalami suatu proses infeksi.
2)      Kekebalan aktiv dibuat
Dikenal dengan imunisasi dasar dan ulangan (booster) berupa pemberian vaksin yang kumannya masih hidup tapi sudah dilemahkan.


D.    PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)
DepKes (2000) menetapkan bahwa adda tujuh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu : Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Poliomelitis, Campak, dan Hepatitis.
1.      Tuberculosis (TBC)
Disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang umumnya menyerang masyarakat dengan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, sehingga daya tahan tubuh rendah dan tinggal dipemukiman yang padat dan tidak sehat sehingga mudah terjadi penularan penyakit.
Cara penularannya melalui droplet atau percikan air ludah yang terkontaminasi, sedangkan reservoarnya adalah manusia.
Imunisasi yang dapat mencegah penyakit TBC adalah BCG (Bacillus Calmette Guerin) . Vaksin BCG mengandung kumn TBC yang telah dilemahkan.
Efek samping pemberian vaksin BCG adalah meninggalkan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecahmenjai luka. Luka tidak perlu pengobatan tetapi akan sembuh secara spontan dan kemudian meninggalkan tanda parut. Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak dan atau dileher, terasa padat tetapi tidak sakit,tidak perlu diobati akan sembuh dengan sendirinya.
Kontra indikasi : adanya penyakit kulit yang berat atau menahun seperti eksim, furonkolis dan sebagainya. Juga mereka yang sedang menderita TBC.
Banyak faktor yang mempengaruhi dampak imunisasi BCG terhadap angka kejadian tuberculosis. Namun demikian diharapkan dampak vaksinasi BCG paling tidak apabila tekena penyakit, akan lebih ringan  sehingga menurunkan angka kematian dan kecacatan.
2.      Difteri.
Disebabkan oleh Corynebacterium dyptheriae tipe gravis, milis, dan intermedius yang menular melalui percikan air ludah yang tercemar. Difteri dapat menjadi endemik pada lingkungan masyarakat dengan sosial ekonomi rendah karena banyaknya difteri kulit yang dialami anak-anak dan menular dengan cepat.
Imunisasi yang dapat mencegah penyakit ini adalah DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) pada anak dibawah satu tahun (imunisasi dasar) dan DT pada anak kelas I dan VI SD (booster).
Efek samping pemberian imunisasi DPT : efek ringan seperti pembengkakan dan nyeri pada daerah penyuntikan, demam. Efek berat dapat menangis hebat karena kesakitan, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati dan shock.
Kontra indikasi : gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir, atau gejala keabnormalan pada saraf merupakan kontra indikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihilangkan pada dosis kedua dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT.
3.      Pertusis/Batuk rejan/Batuk seratus hari.
Disebabkan oleh Bordetella Pertusis dengan penularan melalui droplet. Jenis imunisasi untuk pertusis adalah DPT.
4.      Tetanus
Disebabkan oleh Mycobacterium tetani yang berbentuk spora masuk kedalam luka terbuka, berkembangbiak secara anaerobik, dan membentuk toksin. Reservoar adalah kotoran hewan atau tanah yang terkontaminasi kotoran hewan dan manusia.
Jenis imunisasinya tidak hanya pada imunisasi DPT pada anak, namun juga TT pada calon pengantin (TT capeng), TT pada ibu hamil(TT bumil), dan DT pada anak sekolah dasar kelas I dan IV.
5.      Poliomielitis.
Disebabkan oleh virus polio tipe 1,2,3 yang menyerang myelin dan serabut otot. Penularan penyakit ini adalah melalui droplet atau fekal, reservoarnya adalah manusia yang menderita polio. Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi polio.
Efek samping : pada umumnya tidak terdapat efeksamping. Efek samping berupa paralysis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang ( kurang dari 0,17 : 1.000.000 ; Bull WHO 66 :1998)
Kontra indikasi : pada penderita imun defisiensi. Tidak ada efek berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare maka dosis ulangan dapat diberika setelah sembuh.
6.      Campak.
Disebabkan oleh Virus Morbili yang menular melalui droplet. Imunisasi diberika pada anak usia 9 bulan dengan rasional kekebalan ibu terhadap penyakit campak berangsur-angsur  akan hilang sampai usia 9 bulan.
Komplikasi yang harus dicegah : otitis media, konjungtivitis berat,enteritis dan pneumonia. Imunisasi yang diberikan adalah imunisasi campak.
Efek samping imunisasi campak adalah dapat terjadi ruam pada tempat suntikan dan panas selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksin.
Kontra indikasi : penderita defisiensi imun atau yang diduga menderita gangguan respon imun seperti ; leukimia, lymphoma.
7.      Hepatitis B
Disebabkan oleh virus hepatitis tipe B. Imunisasi untuk mencegah hepatitis B adalah imunisasi hepatitis B yang diberika pada bayi umur 0 – 11 bulan dengan maksud untuk memutus rantai penularan dari ibu ke bayi.
Efek samping : reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar daerah penyuntikan. Reaksinya bersifat ringan yang  dapat  hilang  setelah dua hari.
Kontra indikasi :hipersensitif  pada komponen vaksin. Seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberika pada penderita infeksi berat disertai kejang.


E.     PEMBERIAN IMUNISASI
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian imunisasi adalah:
1.      Orang tua anak harus ditanyakan aspek berikut :
a.       Status kesehatan anak saat ini(apakah dalam kondisi sehat atau sakit)
b.      Pengalaman/reaksi terhadap imunisasi yang pernah didapat sebelumnya.
c.       Penyakit yang dialami dimasa lalu dan sekarang.
2.      Inform consent.
Orang tua harus mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi terlebih dahulu sebelum menerima imunisasi. Penjelasan mencakup jenis imunisasi yang akan diberikan, alasan diimunisasi, manfaat imunisasi, dan efak sampingnya.
3.      Catatan imunisasi yang lalu (apabila pernah mendapatkan imunisasi sebelumnya.
4.      Pendidikan kesehatan kepada orang tua.  Tindakan imunisasi harus didasari pada adanya pemahaman yang baik dari orang tua tentang imunisasi sebagai pencegahan penyakit. Gali juga pemahaman orang tua tentang imunisasi. Gunakan pertanyaan terbuka untuk mendapatkan informasi tentang pemahaman orang tua terhadap imunisasi. Yang pada akhirnya diharapkan adanya kesadaran orang tua untuk memelihara kesehatan anak sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
5.      Kontra indikasi pemberian imunisasi, yaitu :
a.       Flu berat atau panas tinggi dengan penyebab yang serius.
b.      Perubahan pada sistem imun yang tidak dapat menerima vaksin virus hidup.
c.       Sedang dalam pemberian obat-obat  yang menekan sistem imun, seperti sitostatika, transfusi darah, imunoglobulin.
d.      Riwayat alergi terhadap pemberian vaksin sebelumnya seperti pertusis.

6.      Sifat fisik
Jenis vaksin dibagi menurut:
a.       Sensivitas terhadap suhu.
a)      Vaksin yang sensitive terhadap beku (freeze sensitive = FS)
Yaitu : DPT, DT, TT, Hepatitis B dan DPT-HB
b)      Vaksin yang sensitive terhadap panas (heat sensitive = HS)
Yaitu : Campak, Polio, dan BCG
b.      Substrak pembuatannya.
a)      Vaksin kuman yang dilemahkan, seperti
·         Virus campak dalam vaksin campak
·         Virus polio dalam sabin pada vaksin polio
·         Kuman TBC dalam vaksin BCG
b)      Vaksin dari kuman yang dimatikan, seperti
·         Bakteri pertusis dalam DPT
·         Virus polio jenis salk dalam vaksin polio
c)      Vaksin yang terbuat dari  protein khusus kuman seperti Hepatitis B.
Cara pemberian imunisasi dasar (petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia, Menurut DepKes 2000):
VAKSIN
DOSIS
CARA PEMBERIAN
BCG



DPT

Polio

Campak


Hepatitis B


TT
0,05 cc



0,5 cc

2 tetes

0,5 cc


0,5 cc


0,5 cc
Intra cutan tepat di insersio muskelus deltoideus kanan

Intra muskular

Diteteskan ke mulut

Sub kutan, biasanya dilengan kiri atas

Intra muskular pada paha bagian luar

Intramuskular dalam, biasanya dimuskulus deltoideus
Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi dasar (petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia, Menurut DepKes 2000):
VAKSIN
PEMBERIAN IMUNISASI
SELANG WAKTU PEMBERIAN
UMUR PEMBERIAN
KETERANGAN
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B
1 kali
3 kali
4 kali
1 kali
3 kali

4 minggu
4 minggu
4 minggu
4 minggu
0 – 11 bulan
2 – 11 bulan
0 – 11 bulan
9 – 11 bulan
0 – 11 bulan





Untuk bayi yang lahir di puskesmas/RS dapat diberikan imunisasi Hepatitis B, BCG dan polio dengan segera
Jenis Imunisasi yang dianjurkan:
1.      Varisela / cacar air
2.      Hepatitis A
3.      Tifoid (suntik / oral)
4.      MMR (Measles, Mumps, Rubella)
5.      HIB (Haemophilus Influenza Tipe B)